Hot Borneo

BBM Naik, Pengusaha Kayu Manis Loksado HSS Menjerit!

apahabar.com, KANDANGAN – Pascakenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax, Pertalite, Solar subsidi, pengusaha kayu manis…

Oleh Syarif
Warni (32) sedang mengikat kayu manis untuk dijual ke Kota Banjarmasin. Foto-apahabar.com/Nuha

apahabar.com, KANDANGAN – Pascakenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax, Pertalite, Solar subsidi, pengusaha kayu manis di Desa Ulang Loksado Hulu Sungai Selatan (HSS) merasakan dampaknya.

Apalagi, harga kayu manis Loksado yang terkenal akan rasa dan kualitasnya juga mulai terseok-seok dari sebelumnya Rp 70 ribu sekarang turun menjadi sekitar Rp 40 ribu per kilogram (kg).

Sementara untuk keminting satu kilogram sebelumnya Rp 40 ribu sekarang Rp 28 ribu, jaring (jengkol) 1 kg sebelumnya Rp 15 ribu lebih sekarang Rp 7 ribu per kg.

Menyikapi hal ini, pengusaha kecil berupaya menghemat biaya operasional karena pengiriman kayu manis dari Loksado ke Banjarmasin dan sebaliknya menggunakan mobil menghabiskan BBM kurang lebih 45 liter.

“Sekarang berhemat biaya operasional. Sebelumnya mengisi Pertalite 45 liter sekitar Rp 450 ribu dan sekarang Rp 600 ribu, kadang cuman mengisi sedikit dulu untuk berangkat,” kata pengusaha kayu manis di Dusun Batu Balah RT 2 Desa Ulang Loksado, Madi (37).

Usaha kayu manis, keminting dan jaring yang dikirim ke Kota Banjarmasin itu dilakukan Madi bersama istrinya yang bernama Warni (32) sudah selama kurang lebih enam tahun.

“Kadang bila stok kosong harga naik, kalau pesanan ramai turun harganya. Satu kali pengiriman kayu masih sekitar 500 kg sisanya keminting dan jaring, totalnya bisa mencapai 1 ton,” jelas Madi.

Pihaknya melakukan pengiriman kayu manis yang biasa digunakan untuk bumbu masakan, minuman maupun obat-obatan ke Pasar Lima Kota Banjarmasin sampai dua kali dalam satu minggu.

Selain kenaika harga BBM, kendala yang dihadapi Madi yakni persaingan antara pengusaha yang saling menjatuhkan.

“Harapannya kalau bersaing jangan saling menjatuhkan harga sesama pengusaha kecil, untung yang kita dapat sudah sangat minim,” lanjutnya.

Sebelum menggeluti usaha kayu manis, Madi menoreh getah pohon karet di hutan naik turun lereng Pegunungan Meratus. Berangkat pukul 01.00 malam dan pulang ke rumah 14.00.

“Lokasinya tidak menentu di hutan. Kadang pulang dengan tangan kosong karena hujan, tergantung rezeki. Biasanya dapat karet antara 5 sampai dengan 7 kg,” ceritanya.

Hingga sekarang, masyarakat Desa Ulang Loksado masih kesulitan untuk menggeluti dunia usaha lantaran akses jaringan telekomunikasi sangat sulit.

“Kendala disini sulit untuk berhubungan lewat telepon maupun jaringan internet,” pungkasnya.