Batola Terus Tekan Prevalensi Stunting, Inilah Buktinya

Setelah melejit ke angka yang memprihatinkan, prevalensi stunting di Barito Kuala terus menurun.

Aktivitas pengukuran balita yang dilakukan petugas di salah satu posyandu di Barito Kuala. Foto: Dinas Kesehatan Batola

bakabar.com, MARABAHAN - Setelah melejit ke angka yang memprihatinkan, prevalensi stunting di Barito Kuala (Batola) terus menurun.

Dalam Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), prevalensi stunting di Batola sempat menembus angka 33,36 persen.

Kemudian dengan berbagai intervensi yang dilakukan, termasuk keterlibatan berbagai stakeholder, persentase tersebut mulai menurun.

Faktanya dalam SSGI 2023, prevalensi stunting di Batola tercatat 15,9 persen atau menurun sebanyak 17,7 persen. Meski belum memenuhi target nasional 14 persen, penurunan ini menunjukkan komitmen Batola dalam pengentasan stunting.

Sementara SSGI 2024 masih berproses. Bedanya sekarang pelaksanaan survei diserahkan Kemenkes kepada lembaga swasta yang bekerja sama dengan PT Sucofindo.

Di sisi lain, penghitungan prevalensi stunting juga menggunakan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM). Data EPPGBM sendiri diperoleh dari penimbangan dan pengukuran seluruh balita yang datang ke posyandu ataupun puskemas.

Ini berbeda dengan SSGI yang menggunakan sampel sebagai metode penghitungan. Dalam menentukan prevalensi stunting di Batola, misalnya. Pelaksana survei hanya akan mengambil sampel sebanyak 585 dari 20.234 balita.

"Kalau menggunakan acuan EPPGBM, prevalensi stunting di Batola sebenarnya selalu di bawah rata-rata nasional," sahut Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinas Kesehatan Batola, HM Halimuddin, Jumat (21/12).

Berdasarkan EPPGBM yang terhimpun hingga akhir November 2024, balita stunting di Batola sebanyak 1.710 atau 8,85 persen. Persentase ini signifikan membaik, serta diyakini akan mempengaruhi SSGI 2024.

Penyebabnya dari target 20.234 balita di Batola, sebanyak 19.314 balita atau 95,45 persen datang ke sarana kesehatan untuk melakukan penimbangan dan pengukuran.

"EPPGBM sebenarnya dapat menjadi pegangan, karena pengukuran dan penimbangan langsung dilakukan petugas di posyandu dan puskesmas," beber Halimudin.

"Namun yang menjadi persoalan adalah kunjungan balita rata-rata kurang dari 100 persen. Makanya angka 95,45 persen yang dicatatkan hingga akhir November 2024 terbilang sudah besar," tukasnya.

Terlepas dari metode pengukuran, kesadaran masyarakat berperan sangat penting dalam pengentasan stunting.

"Tentunya tingkat kehadiran balita di Batola juga berkat kerja keras pemerintah daerah melalui rembuk stunting, serta evaluasi yang dilakukan pimpinan dengan cara mengumpulkan camat, kepala desa, hingga ketua TP PKK," jelas Halimudin.

"Selain membuat data menjadi lebih akurat, peningkatan kunjungan ke posyandu dan puskesmas akan mempermudah screening bayi yang diduga stunting," tegasnya.

Dalam pengentasan stunting, Dinas Kesehatan Batola juga melakukan langkah-langkah spesifik sesuai dengan tugas dan fungsi.

Menggunakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dari Kementerian Kesehatan, dilakukan program pemberian makanan siang tambahan kepada ibu hamil dan balita yang mengalami kekurangan energi kronik.

Kepada ibu hamil, bantuan diberikan selama 120 hari. Sedangkan balita yang mengalami kekurangan energi kronik, memperoleh bantuan selama 56 hari.