Kalsel

Bak Main Yoyo, Guru Besar ULM Banjarmasin Soroti PPKM Besok

apahabar.com, BANJARMASIN – Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Prof Dr M…

Pemberlakuakn Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bakal dimulai Senin (11/1/2021) hingga dua pekan kedepan. Foto-dok

apahabar.com, BANJARMASIN – Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Prof Dr M Handry Imansyah menyoroti rencana Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang rencananya dimulai Senin (11/1/2021) besok.

PPKM diterapkan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 di daerah, termasuk di Kalimantan Selatan (Kalsel), sesuai dengan intruksi pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021.

Ada dua poin penting ditekankan kepada tiap kepala daerah, kecuali Jawa-Bali yang kembali melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Untuk di Kabupaten/Kota, ditekankan agar menggiatkan lagi posko Satgas Covid-19 yang sudah ada di masing-masing kelurahan.

Kedua, menginstruksikan seluruh pemerintah daerahuntuk melakukan upaya pencegahan terhadap kerumunan masyarakat.

Meski terkesan berbeda antara PPKM dan PSBB, Prof Handry menilai penerapan kedua kebijakan itu akan sama saja.

“Penerapan PPKM isinya hampir sama dengan PSBB, cuma ganti nama saja,” nilai profesor yang dikenal berpengelaman luas sebagai konsultan di Kemenkeu RI ini.

Namun, ia menyebut sejatinya penerapan kebijakan seperti ini seharusnya dilakukan di awal-awal Covid-19 muncul. Diterapkan secara ketat dan tegas.

Sebab, menurut dia, melonjaknya persentase penyebaran atau penularan virus Covid-19 di suatu daerah, disebabkan oleh tingginya mobilitas masyarakat di wilayah itu sendiri.

“Dengan menggunakan data yang tersedia di google mobility untuk berbagai kota di Indonesia, saya pernah mencoba melakukan eksperimen mengenai pola naiknya penyebaran atau tingkat pasien yang positif dengan tingkat mobilitas penduduk, polanya sangat jelas identik,” ungkap dia.

Artinya bila kebanyakan masyarakat berdiam di rumah, maka jumlah pasien yang positif bakal menurun.

“Jadi kuncinya untuk mengendalikan pandemi ini adalah pengendalian mobilitas penduduk,” simpul profesor kelahiran 1960 ini.

Meski begitu, kata dia, masalahnya adalah pasti ekonomi akan menyusut, karena mobilitas penduduk menjadi terbatas. “Itu sudah pasti,” ujar dia.

Disinilah timbul dilema. Namun pemerintah daerah disarankan agar lebih bijak.

“Kita harus memilih yang mana yang harus jadi prioritas,” saran dia.

Sebagai seorang ekonom, Prof Handry dari awal pandemi sudah berpendapat masalah kesehatan atau pengendalian virus harus menjadi prioritas utama.

“Ekonomi akan mengikuti saja jika pandemi bisa dikendalikan. Namun, sekarang ini kebijakannya ambigu. Dan titik berat lebih ke bidang ekonomi,” timpalnya.

Karena, lanjut dia, ekonomi mengalami kontraksi cukup dalam di triwulan 2, sehingga akhirnya (aturan penerapan prokes) dikendorkan, dan hasilnya memang ekonomi mulai membaik. Namun sebaliknya, dampaknya korban penularan virus Covid-19 kembali merebak. Dan itu terbukti kini.

“Karena pengendalian belum benar-benar tuntas. Jadi semacam main yoyo. Justru kebijakan seperti ini memakan biaya sangat besar dan lama, sehingga masyarakat jadi lelah dan bosan,” tuding dia.

Tadinya kata dia, mungkin pemerintah bermaksud menghemat dana dengan sistem buka tutup.

“Jika serius di awal dan tuntaskan tingkat penularan pada level yang aman dan menjalankan protokol kesehatan dengan ketat baru secara perlahan kegiatan ekonomi dibuka,” kata dia.

Dia lantas membandingkan kebijakan di Indonesia dengan konsep negara lain dalam penanganan virus Covid-19.

Menurutnya ada beberapa negara yang bisa mengendalikan di awal, justru sekarang sudah bisa pulih kegiatan ekonominya.

“Contohnya adalah Vietnam dan Taiwan, di mana kedua negara ini mewakili sistem politik yang kontras, yaitu negara demokrasi dan negara komunis,” papar dia.

“Jadi salahnya (saat ini) adalah karena membuka kegiatan ekonomi tanpa melihat tingkat penularan pada level yang aman,” lanjut dia.

Menurutnya, selama ini tingkat tracing dan tracking terhadap orang yang terpapar virus Covid-19 masih sangat rendah.

“Mungkin maksudnya untuk menghemat dana, supaya terlihat jumlah absolut yang positif setiap harinya tak terlalu tinggi. Padahal persentase positif harian yang tinggi dari total yang dites, menunjukkan rendahnya orang yang dites,” nilai dia.

Jika yang di-tes harian lebih banyak, maka menurutnya, setiap hari akan muncul jumlah absolut positif Covid-19 yang lebih tinggi lagi.

“Disinilah peranan pemerintah untuk menjaga protokol kesehatan ditegakkan dan disisi lain bisa membantu sektor-sektor usaha yang terdampak dengan berbagai skema bantuan yang telah ada. Misalnya memfasilitasi untuk kegiatan usaha dengan sistem daring,” beber profesor penyuka kuliner ini.

Sebab lanjut dia, bila hanya mementingkan sektor ekonomi di tengah pandemi, maka sistem kesehatan dinilainya bisa ambruk.

“Saya tak bisa bayangkan, jika kondisi ini dibiarkan akan menyebabkan penuhnya rumah sakit bahkan sampai tidak dapat menampung pasien Covid-19,” keluhnya.

Maka dari itu, dia menyarankan pemerintah dianjurkan untuk terus konsisten menjalankan kebijakan dan jangan tarik ulur karena ini yang justru mengurangi kepercayaan masyarakat pada pembuat kebijakan.

Kemudian, pemerintah juga disarankan agar melakukan testing tinggi sesuai standar WHO, kemudian tracing dan treatment.

“Untuk sektor usaha seperti mal dan pasar tradisional, bisa menerapkan screening pengunjung dengan alat Gnose yang biayanya sangat murah dan Pemerintah bisa menyediakan alat ini untuk sektor UMKM dan pasar tradisional,” pungkas peraih gelar doktor Filosofi dari Univesitas Queensland Australia 2002 ini.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Prof Dr M Handry Imansyah. Foto-Istimew