Ancaman Kepunahan Biodiversitas

Bahaya, Biodiversitas Indonesia Tidak Luput dari Ancaman Kepunahan

Laporan bertajuk Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services 2019 oleh IPBES membuktikan status biodiversitas di Bumi mengkhawatirkan.

Penting untuk mengidentifikasi kebutuhan inovasi teknologi yang dibutuhkan guna mendukung pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversitas) di Indonesia, agar lebih efektif dan efisien. Foto: pediailmu.com

apahabar.com, JAKARTA - Laporan komprehensif bertajuk Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services 2019 yang digagas The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) membuktikan bahwa status biodiversitas di Bumi semakin mengkhawatirkan.

Para ilmuwan mengungkapkan lebih dari 80 persen biomassa satwa menyusui telah hilang dari Bumi disebabkan oleh kerusakan ekosistem yang mengalami kerusakan 100 kali lebih cepat dari yang terjadi selama 10 juta tahun terakhir.

"Tanpa sadar, penurunan biomassa yang sangat signifikan itu, menyebabkan dampak dan kerugian yang sangat besar untuk seluruh biodiversitas di Bumi," ujar Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Belantara Foundation pada gelaran Focus Group Discussion (FGD) bertema Inovasi Teknologi untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati” di Bogor, Selasa (28/03).

Sementara itu, Dokumen Rencana Aksi dan Strategi Biodiversitas Indonesia 2015-2020 menjelaskan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat endemisitas biodiversitas yang sangat tinggi, karena memiliki kondisi geologi dan iklim yang unik.

Baca Juga: Data Hutan dan Biodiversitas, Bagian Penting Pengelolaan Taman Nasional

Indonesia merupakan rumah bagi 10 persen tumbuhan berbunga, 15 persen serangga, 25 persen ikan, 16 persen amfibia, 17 persen burung, dan 12 persen mamalia dari seluruh yang ada di dunia.

Berdasarkan Buku Panduan Identifikasi Jenis Satwa Liar Dilindungi yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI pada 2019 mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 409 spesies amfibi (urutan ke-5 dunia), 755 spesies reptilia (urutan ke-3 dunia), 1.818 spesies burung (28 persen di antaranya  endemik) dan 776 spesies mamalia (36 persen di antaranya endemik).

"Dengan adanya sifat endemis tersebut, perlindungan dan konservasi biodiversitas sangat penting dan prioritas dilakukan," jelas Dolly.

Laporan bertajuk Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services 2019 oleh The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) memaparkan bahwa saat ini status biodiversitas di bumi semakin mengkhawatirkan. Foto: Belantara Foundation

Namun demikian, keberadaan biodiversitas di Indonesia juga tidak luput dari berbagai ancaman yang dapat mengarah pada kepunahan. Ancaman terbesar, terutama bagi flora dan fauna endemik, disebabkan oleh kehilangan habitat sebagai dampak dari degradasi dan deforestasi atau penggundulan hutan.

Baca Juga: Atasi Krisis Iklim, FAO Serukan Perlindungan Hutan Global

Degradasi dan deforestasi tersebut terjadi terutama disebabkan oleh kerusakan habitat, baik karena bencana alam, kebakaran hutan, pencemaran lingkungan dan perubahan iklim, alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian, pertambangan, industri,  serta pemukiman masyarakat.

"Selain itu, yang juga tidak kalah penting adalah perburuan satwa liar yang didorong oleh perdagangan secara ilegal," ungkapnya.

Senada, Rektor Universitas Pakuan, Prof. Didik Notosudjono menjelaskan kontribusi inovasi teknologi yang secara signifikan telah meningkatkan efektivitas upaya perlindungan dan konservasi biodiversitas di Indonesia.

“Dengan demikian, para dosen dan mahasiswa dapat mengembangkan berbagai riset teknologi yang keluarannya dapat langsung dimanfaatkan baik untuk kebutuhan monitoring maupun untuk mendukung upaya perlindungan habitat flora dan fauna, sehingga pelestarian biodiversitas di Indonesia menjadi lebih efektif” ujarnya.

Baca Juga: 15 Ribu Warga di Blora Terima SK Perhutanan Sosial dari Jokowi

Sementara itu, Direktur CTSS IPB University, Prof. Damayanti Buchori mengungkapkan peran Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB University sebagai pusat studi yang mengembangkan ilmu-ilmu terbaru tentang keberlanjutan. Hal itu terbukti dengan pelibatan peran teknologi dalam pengembangan ilmu tersebut.

Penelitian transdisiplin, menurutnya, berusaha untuk memahami masalah dan fenomena yang kompleks yang tidak dapat sepenuhnya mampu dijelaskan oleh satu disiplin atau metodologi.

"Pendekatan itu mendorong integrasi pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk peran teknologi," paparnya.

Belantara Foundation bekerja sama dengan LPPM Universitas Pakuan (Unpak), Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana Unpak, FMIPA Unpak, Scientific for Endangered and Trafficked Species (SCENTS), Yayasan SINTAS Indonesia, Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), Center for Transdisciplinary and Sustainable Science (CTSS) IPB University dan Forum HarimauKita menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema 'Inovasi Teknologi untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati' di Auditorium Rektorat Universitas Pakuan, Bogor, Selasa (28/03/2023). Foto: Belantara Foundation

Pendekatan transdisiplin sangat relevan dengan pengembangan dan penerapan teknologi. Pendekatan transdisiplin dapat menyatukan para pemangku kepentingan dari berbagai bidang untuk bekerja secara kolaboratif dalam menghadapi tantangan inovasi teknologi.

Baca Juga: Food Estate Kurang Berpihak pada Rakyat, Ancaman Kerusakan Lingkungan

"Hal ini dapat mengarah pada penciptaan teknologi yang lebih inovatif dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan beragam komunitas dan pemangku kepentingan," jelas Prof. Damayanti.

Lebih jauh, dia menjelaskan pendekatan transdisipliner turut membantu memastikan bahwa perkembangan teknologi didorong oleh pertimbangan etis dan kebutuhan masyarakat, bukan semata-mata oleh kemajuan teknologi.

"Misalnya, penelitian lintas disiplin dapat membantu mengidentifikasi potensi dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi dari teknologi baru dan mengembangkan strategi untuk mengurangi konsekuensi negatif," ujarnya.

Secara keseluruhan, penerapan pendekatan transdisipliner terhadap teknologi dapat menghasilkan inovasi teknologi yang lebih kuat, inklusif, dan bertanggung jawab.