Pencopotan Hakim Aswanto

Aswanto Dicopot, Pakar Klaim DPR Menghancurkan Independensi Peradilan

Pakar mengklaim DPR telah menghancurkan independensi peradilan karena secara tiba-tiba mencopot paksa Hakim Konstitusi Aswanto.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera (STHI Jentera), Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan Constitutional and Adminstrative Law Society (CALS) dalam diskusi pencopotan Hakim MK Aswanto, di Jakarta, Senin (3/10) (foto: apahabar.com/Leni).

apahabar.com, JAKARTA - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengklaim DPR telah menghancurkan independensi peradilan karena secara tiba-tiba mencopot paksa Hakim Konstitusi Aswanto. 

"Pemberhentian itu merupakan bentuk pelanggaran hukum dan merusak independensi peradilan," kata peneliti PSHK Agil Oktarya dalam diskusi di Jakarta, Senin (3/10).

Pasalnya, secara konstitusional DPR hanya diberikan kewenangan untuk mengusulkan hakim konstitusi, bukan memberhentikaknya. 

"Secara konstitusional DPR hanya diberikan kewenangan untuk mengusulkan hakim konstitusi, bukan memberhentikannya," paparnya. 

Baik secara normatif pemberhentian aswanto ini dinilai cacat karena tidak memiliki dasar hukum yang membenarkan. 

Berdasarkan Pasal 87 huruf b UU Nomor 7 Tahun 2020 menyebutkan jika hakim konstitusi yang sedang menjabat dan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun atau selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 tahun. 

Ketentuan itu sekaligus menghapus periodisasi jabatan hakim konstitusi.  

"Dalam konteks, masa jabatan Aswanto, maka seharusnya akhir masa tugas beliau pada 21 Maret 2029 atau setidak-tidaknya hingga 17 Juli 2029 saat genap berusia 70 tahun,” kata Agil. 

Menimbang peratutan secara normatif itu, Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Bivitri Susanti mendesak Presiden dan Mahkamah Agung untuk tidak melakukan pelanggaran hukum yang sama dengan DPR. 

Selain itu, menolak revisi keempat UU MK yang memperluas kewenangan lembaga pengusul hakim konstitusi untuk dapat mengevaluasi atau memberhentikan hakim konstitusi di tengah masa jabatan.

“Kami juga mendesak agar pemberhentian dan pengangkatan hakim konstitusi dilakukan berdasarkan ketentuan dalam UU MK, dengan menjunjung tinggi prinsip transparan, partisipatif, dan akuntabel,” ujar Bivitri. 

Sebelumnya, Komisi III DPR RI mengganti Hakim Konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah. 

Penggantian itu juga telah disahkan dalam rapat Paripurna DPR Kamis (29/9).

Alasan DPR dalam pencopotan Aswanto karena yang bersangkutan sering menganulir undang-undang yang dibentuk oleh DPR.