Kenaikan UMP Jakarta

Asa Suram Buruh Pabrik Sendok

Penetapakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta sebesar 5,6 persen dirasa belum membuat kehidupan buruh sampai pada tahap sejahtera.

Pekerja Informal di wilayah Jakarta. Foto: Thomas

apahabar.com, JAKARTA – Penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta sebesar 5,6 persen dirasa belum bikin kehidupan buruh sampai pada tahap sejahtera.

Salah satunya, Marsih Buruh Pabrik sendok. Dia mengatakan kenaikan UMP tak punya pengaruh berarti. Hidupnya masih pada tahap cukup. Jauh dari kata sejahtera.

“Kalau dikatakan cukup untuk hidup ya sebenarnya cukup, tapi kalau untuk hidup yang sejahtera ya belum,” ucapnya kepada apahabar di bilangan Jakarta Barat, Sabtu (3/12).

Dirinya memberikan contoh dengan UMP DKI tahun 2022 yang sebesar Rp4,6 juta, dibandingkan dengan pengeluaran seperti biaya listrik dan air sebesar Rp300.000 dan untuk makanan sebesar Rp2.000.000 maka nominal UMP itu menjadi terlihat cukup kecil.

“Biaya terbesar untuk biaya sekolah anak, sebulan harus keluar Rp500.000. Itu belum dengan uang kegiatan dan peralatan lainnya,” ujarnya.

Selain itu beberapa pertimbangan lain seperti adanya kenaikan harga BBM dan bahan pokok. Akhirnya membuat ibu dari 2 orang anak itu harus mengatur keuangan secara lebih ketat.

“Kalau buat saya sebenarnya masih cukup tergantung gaya hidupnya. Insyaallah untuk menabung juga masih bisa, karena nabung kan tidak ditetapin cuma kan tetep harus nyisihin,” imbuh Buruh pabrik berlokasi di Jakarta Barat. 

Berkaca pada pengalaman sebelumnya, ia tidak bisa berharap banyak mengenai tuntutan partai buruh kepada pemerintah DKI untuk meminta kenaikan UMP 2023 menjadi 10 persen.

“Yasudah ikutin keputusan pemerintah saja. Demo pun sudah tidak di gubris jadi percuma dan tidak ada pengaruhnya kalau memang sudah ditetapin,” tungkasnya.

Marsih juga menambahkan walaupun secara UMP mengalami kenaikan, nyatanya tidak semua buruh bisa mendapatkan bayaran yang sesuai. Pasalnya tidak semua perusahaan memiliki kondisi keuangan yang sehat.

“Kalau untuk buruh maunya ya naik, cuma kalau perusahaannya ternyata tidak bisa mengikuti mau bagaimana lagi,” jelasnya.

Sementara itu bagi pekerja di sektor informal, kenaikan UMP di DKI dinilai tak membawa dampak signifikan. Seorang Mandor Bangunan ono mengungkapkan kenaikan UMP akan dirasakan ketika pemilik rumah memiliki kesadaran lebih dalam proses kesepakatan.

“Kalau untuk buruh kasar yang kerja di perusahaan memang ada dampaknya. Tapi  untuk kita yang kerja secara perorangan hanya berharap dari kesadaran pemilik rumah,” paparnya.

Maka Ono sangat mendukung kenaikan UMP di Jakarta, karena secara tidak langsung memberikan dampak positif bagi pekerjaanya.

“Kalau secara upah buruh meningkat dan kesadaran mereka ada, otomatis dalam kesepakatan untuk bangun rumah, mereka bisa bayar lebih tinggi,” tutupnya.