Penagihan Berkedok Premanisme

APPI Kecam Tindakan Kekerasan oleh Debt Collector

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengecam tindakan kekerasan dilakukan oleh tenaga jasa penagih atau debt collector

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (23/2).

apahabar.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengecam tindakan kekerasan dilakukan oleh tenaga jasa penagih atau debt collector.

"Saya selaku ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) yang menaungi seluruh perusahaan pembiayaan yang ada di Indonesia mengecam keras segala tindak kekerasan ini. Saya malu sekali, ini sudah berulang kali," ujar Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (23/2).

Suwandi menjelaskan seharusnya pihak kreditur atau leasing melalui debt collector internal menelepon pihak debitur yang mempunyai permasalahan untuk terlambat membayar. Selain itu, menyarankan agar debitur berkomunikasi dengan pihak kreditur jika ada permasalahan pembayaran.

"Saya mengharapkan juga bahwa para debitur, jika terjadi tunggakan, sesegera mungkin sebelum disurati berkomunikasi dulu. Intinya kan ini hanya komunikasi antara debitur dan kreditur, kita tidak menginginkan kekerasan ini terjadi," ujarnya.

Selain itu, debt collector tidak bisa seenaknya melakukan penagihan jika tidak memiliki Surat Izin Menagih (SIM). Proses eksekusinya pun juga harus disertai surat kuasa. Suwandi juga mengaku saat ini sudah ribuan debt collector yang dicabut izinnya karena melakukan tindakan-tindakan yang tidak humanis kepada debitur.

"Mereka tidak bisa serta merta turun ke lapangan kalau enggak punya SIM, Surat Izin Menagih atau kita kenal sertifikasi, kalau mereka melakukan tindakan perbuatan tidak menyenangkan, SIM-nya kami cabut, jadi nggak bisa nagih lagi," tambahnya.

Suwandi berharap agar kekerasan yang dilakukan oleh penagih hutang tidak terjadi lagi kedepan. Selain itu, ia mengimbau pihak kreditur untuk memberikan SOP yang jelas kepada jasa penagih hutang dalam menjalankan eksekusi yang diatur oleh OJK. Sehingga pihak penagih hutang tidak seenaknya melakukan eksekusi yang berujung kekerasan dan intimidasi.

"Kita harus memerangi tindak-tindak kekerasan masalah utang piutang, utang piutang itu perdata, kalau masuk ke ranah kekerasan, baru pidana," tandasnya.