Badai 28 Desember

Ancaman Badai Menerjang Jabodetabek, Mengapa Terjadi Anomali Iklim?

BRIN sempat menghebohkan warga Jabodetabek dengan kabar perihal potensi badai dahsyat pada 28 Desember.

Anomali iklim mengancam Jabodetabek. Foto: Dok, TerasID.

apahabar.com, JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sempat menghebohkan warga Jabodetabek dengan kabar perihal potensi badai dahsyat pada 28 Desember. Bencana itu diperkirakan terjadi antara pukul 07.00 WIB sampai 09.00 WIB.

"Badainya disebut badai konvektif skala meso di atas Laut Jawa, terus-terusan, berhari-hari ada di sana," jelas Peneliti Klimatologi dan Teknologi Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin.

Badai yang terjadi di Samudra Hindia itu, kata Erma, dipicu oleh siklon tropis Darian yang memiliki intensitas badai lebih besar dan kuat. Badai dari laut ini akan menuju ke daratan dengan membuat 'tol hujan.'

Kabar yang demikian tak sejalan dengan temuan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Lembaga itu justru mengatakan kecil kemungkinan terjadinya badai dahsyat.

"Berdasarkan prakiraan cuaca BMKG, pada 28 Desember 2022 umumnya adalah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, namun bukan badai," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto.

Terlepas dari benar tidaknya kabar terkait badai yang bakal menerjang Jabodetabek, bulan Desember di Indonesia memanglah masanya musim hujan. Meningkatnya curah hujan yang demikian dikarenakan sebuah fenomena alam bernama La Nina.

Apa Itu La Nina?

La Nina adalah fenomena menurunnya suhu Samudra Pasifik bagian timur. Ini menyebabkan permukaan air laut yang lebih hangat bergeser dari bagian timur Samudra Pasifik (dekat Peru) ke arah barat (dekat Papua). 

La Nina membuat suhu udara menurun, curah hujan tinggi di dekat Papua, curah hujan rendah di dekat Peru, dan embusan angin pasat ke arah barat menguat.

Proses terjadinya La Nina sendiri tak terlepas dari interaksi antara laut yang dilewati garis khatulistiwa dan atmosfer di atasnya. Permukaan air laut itu disebut sebagai kolam panas – bersuhu hangat, yakni di atas 28 derajat celcius sepanjang tahun.

Sebelum membahas proses terjadinya La Nina secara rinci, ada baiknya memahami kondisi normal terlebih dahulu: bagian Samudra Pasifik yang dilewati khatulistiwa dan dekat dengan Papua memiliki kolam panas, di mana suhu sekitarnya lebih hangat.

Ketika permukaan air laut di situ lebih hangat, atmosfer di atasnya bakal terpengaruh. Alahasil, suhunya meningkat dan tekanan udara menjadi rendah.

Sebaliknya, suhu permukaan air laut di dekat Peru rendah dan tekanan udaranya tinggi. Alhasil, angin pasat pun bergerak dari Peru ke Papua, sebagaimana hukum alam yang menyatakan angin bertiup dari wilayah bertekanan udara tinggi ke wilayah bertekanan udara rendah.

Selama melewati Samudra Pasifik, angin pasat membawa uap air yang lantas membentuk awan di atas kolam panas. Semakin banyak uap air yang dibawa, makin banyak pula awan yang terbentuk hingga terjadilah hujan.

Proses Terjadinya La Nina

Sementara itu, La Nina terjadi ketika kolam panas yang ada di bagian tengah-barat Samudra Pasifik bergeser ke wilayah barat. Sehingga, kolam panas berkumpul di dekat Papua. 

Fenomena itu membuat suhu udara di bagian barat (dekat Papua) menjadi tinggi dan tekanan udaranya rendah. Sebaliknya, di bagian timur (dekat Peru), suhu udaranya rendah dan tekanan udaranya tinggi.

Angin pasat kemudian bergerak dari dekat Peru menuju ke dekat Papua. Uap air yang dibawa angin pasat membentuk awan di atas wilayah kolam panas dekat Papua, sehingga menghasilkan hujan di wilayah tersebut.