Hot Borneo

[ANALISIS] Pemicu 3 Kasus Bunuh Diri selama Ramadan di Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Kasus bunuh diri marak terjadi di Kalimantan Selatan (Kalsel). Dari catatan apahabar.com, 3…

Sepekan tiga kasus bunuh diri terjadi di Kalimantan Selatan. Foto: Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Kasus bunuh diri marak terjadi di Kalimantan Selatan (Kalsel).

Dari catatan apahabar.com, 3 kasus bunuh diri di 3 kabupaten berbeda terjadi selama sepekan terakhir.

Kasus bunuh diri pertama terjadi di Hulu Sungai Selatan (HSS). MR (28), seorang pegawai BUMN nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.

Sehari setelahnya, kasus serupa terjadi di Hulu Sungai Tengah (HST). Pria bernama A’la (37) ditemukan tewas tergantung. Di dekatnya, warga mendapati surat wasiat.

Ketiga terjadi di Barito Kuala pada Selasa (12/4). AS (33) mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri ke Sungai Barito di belakang rumahnya.

Saat ditemukan, kakinya terikat dengan pemberat timbangan ikan. Warga turut mendapati surat wasiat yang diduga kuat dibuat oleh guru honorer SMPN Alalak itu.

Yang jadi ironi, kasus-kasus bunuh diri ini terjadi dalam kurun waktu bulan suci Ramadan.

“Sangat disayangkan terjadi di momentum bulan Ramadan,” kata Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah, Kamis (14/4).

Terlepas itu, dari hasil pengamatannya, 3 kasus bunuh diri sepertinya bukan ide yang tiba-tiba muncul di pikiran para pelaku.

“Mengingat para pelaku meninggalkan surat wasiat, sepertinya keinginan untuk bunuh diri ini sudah terpikir jauh sebelum kejadian,” nilainya.

Menurut dosen Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) ULM itu, ada 3 sebab seseorang nekat mengakhiri hidup.

Pertama adalah egoistis. Disebabkan karena lemahnya integrasi seseorang dengan keluarga atau lingkungan sosial tempat tinggalnya.

Kedua alturistis. Penyebab bunuh diri ini adalah kebalikan dari egoistis.

“Jika egoistis karena hubungan emosional yang lemah dengan lingkungan sosial, maka ini adalah karena hubungan yang sangat kuat,” katanya.

“Misal karena ada anggota keluarga yang meninggal, mendorong seseorang untuk bunuh diri,” tambahnya.

Namun dari 3 kasus bunuh diri di Kalsel, dia menduga penyebabnya bukan karena dua hal tersebut.

“Mungkin karena faktor lain, yakni depresi ekonomi,” ujarnya.

Faktor bunuh diri karena depresi ekonomi, kata dia, bisa terjadi kepada siapa saja. Dari orang yang ekonomi kelas bawah, bahkan juga kelas atas.

“Bisa karena memang sulitnya mendapat penghasilan hingga karena kebangkrutan,” katanya.

Penilaian Inas, sapaannya, buka tanpa dasar. Tiga pelaku dalam kasus bunuh diri selalu meninggalkan surat wasiat. Isi suratnya pun kebanyakan adalah upaya berpesan soal harta.

“Ada upaya memberitahukan keberadaan sepeda motor hingga STNK. Itu kan bisa menjadi anggapan jika pelaku berkeinginan untuk meninggalkan material,” katanya.

Memang, kata Inas, persoalan ekonomi belakangan ini menjadi masalah paling rentan. Tingginya gengsi hingga tuntutan hidup menjadi sebabnya.

Di media sosial, khususnya Instagram misalnya. Istilah “instagramable” membuat orang berlomba-lomba untuk memperlihatkan pencapaian. Pamer rumah besar, mobil baru, handphone canggih, jalan-jalan ke luar daerah lumrah terjadi.

“Persoalan gaya hidup jadi salah satu faktor tingginya angka bunuh diri. Bahkan dikhawatirkan bisa merambah ke para remaja,” katanya.

Sehingga mumpung masih Ramadan, Inas berharap, para pemuka agama bisa menyisipkan materi-materi ceramah soal bagaimana caranya menjalani tantangan hidup. Misalnya, tema-tema soal sabar dan syukur harus lebih diperbanyak dibawakan. Mumpung

“Jangan hanya materi tentang ancaman seperti bunuh diri masuk neraka dan sebagainya. Namun lebih banyak tentang solusi-solusi cara menjalani kehidupan,” katanya.

Karena Inas hakulyakin semakin kuat pondasi agama seseorang, makin tahan banting orang itu dalam menjalani kehidupan.

Sepekan Tiga Kasus Bunuh Diri di Kalsel, Psikolog Beber Pemicunya!