Hot Borneo

[ANALISIS] Judi ‘Gurak’, Ritual Adat atau Kepentingan Pribadi?

apahabar.com, BANJARMASIN – Praktik perjudian acap kali mengiringi prosesi ritual adat. Teranyar, kala menyambut masa panen…

Satu nyawa melayang usai cekcok judi ‘gurak’ saat pergerlaran aruh adat di Datarlaga, Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Foto: Antara

apahabar.com, BANJARMASIN – Praktik perjudian acap kali mengiringi prosesi ritual adat. Teranyar, kala menyambut masa panen di Datarlaga, Hantakan, Hulu Sungai Tengah.

Nahas alih-alih bermanfaat, judi gurak justru menimbulkan petaka bagi masyarakat adat.

Seorang pria bernama Iim tewas di tangan seterunya Busu (37) usai berselisih paham fulus pasang judi dadu kocok tersebut.

Panitia sendiri seakan dibuat tak berdaya. Sempat coba ditengahi, Iim menolak. ia kembali ke arena judi hingga cekcok berujung maut terjadi.

Sejumlah warga mengaku trauma pasca-pembunuhan ini. Sementara polisi kesulitan menindak karena pelakunya berdalih ritual aruh.

“Sanksi adat kami serahkan sepenuhnya ke balai adat, sementara hukum positif [pembunuhan] tetap berjalan,” ujar salah seorang perwira teras Mapolres HST dihubungi apahabar.com, sebelum penyerahan diri Busu.

Lantas bagaimana antisipasi ke depan? Tindakan persuasif masih jadi andalan. Jika melulu tindakan aktif seperti pembubaran paksa, polisi kuatir gesekan dengan masyarakat adat justru tak menyelesaikan masalah.

“Tapi, kami akan tetap tindak tegas, tidak ada lagi judi-judian, kami akan terus berikan pengertian ke mereka,” sambungnya, Rabu malam (25/5).

Balai adat bukannya diam saja. Sebanyak 51 dari 52 kelompok adat sebenarnya telah bersepakat. Judi bukan lagi bagian dari ritual adat.

Namun nyatanya, praktik ini terus tumbuh subur mendompleng pergelaran aruh adat di Datar Laga, Hantakan.

Sanksi Adat

ILUSTRASI aruh adat merayakan keberhasilan panen. Foto: Mongabay

Pasca-pembunuhan, sanksi adat telah dijatuhkan. Damang Adat Dayak Meratus, Sakarani mengenakan sanksi adat kepada Busu. Tak hanya Busu, juga keluarga korban dan panitia pelaksana Aruh.

Masing-masing 7 tahil kepada keluarga korban dan pelaku, dan 60 tahil kepada panitia aruh. Asal tahu saja, satu tahil jika dirupiahkan setara Rp1 juta.

Mereka semua dianggap turut andil menciptakan keributan malam itu. Dari denda adat ini, damang adat amat berharap petaka serupa tidak berulang.

Analisis Pakar

Dosen Antropologi ULM, Nasrullah. Foto: Jejak Rekam

Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah menjelaskan makna judi dalam pengertian objektif.

Perjudian dari ritual aruh adat, kata dia, tidak bisa disamakan dengan praktik-praktik yang sama di perkotaan.

“Setiap adat punya ciri khas,” kata Nasrullah dihubungi terpisah, Kamis malam (26/5).

Namun sepemahamannya, praktik judi hakikatnya bertujuan menarik perhatian orang banyak.

“Supaya upacara adat bisa lebih ramai,” ujar pria yang juga pengurus Ikatan Cendikiawan Dayak Nasional ini.

Dahulu bahkan judi dalam aruh adat sah dilakukan. Tapi dengan catatan. Keuntungan guna menambal pengeluaran acara adat.

“Meminimalisir keuntungan person,” kata Inas, sapaan akrabnya.

Pada prinsipnya judi juga sebatas dipandang sebagai permainan. Sebagai sarana meramaikan pesta panen.

“Bermain dom (kartu domino) di kampung-kampung yang akan menggelar perkawinan, misalnya, itu hanya permainan dan meramaikan acara,” terangnya.

Diakui Nasrullah, kini banyak juga yang telah tergeser dari nilai-nilai tersebut. Dilakukan semata mencari keuntungan pribadi.

Judi dalam aruh adat juga bisa dilihat dengan sudut pandang yang lebih kritis.

Busu Menyerah, Berapa Denda Adat Pembunuhan di Datarlaga HST?

Masyarakat mesti tahu, dan perlu tahu. Apakah praktik ini memang diizinkan oleh aturan adat atau hanya klaim sebagian oknum yang punya motif mencari keuntungan pribadi.

Terlebih praktik judi juga berpotensi sangat besar menimbulkan hal-hal negatif berbau tindakan kriminal seperti perkelahian.

“Jika praktik ini (judi) banyak berimplikasi pada hal negatif, maka sudah seharusnya untuk diamputasi atau dihilangkan sebagai bagian dari aruh,” tuturnya.

Lebih jauh, praktik judi merupakan hal yang sudah disepakati sebagai perbuatan yang melanggar hukum negara. Termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303.

“Polisi kini harus jeli. Mereka mestinya sudah bisa melihat ini sebagai hal yang melanggar hukum negara, sehingga untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan bisa saja dilarang,” paparnya.

Dalam aruh adat, setahu Inas, hal-hal negatif seperti perkelahian jelas akan mengurangi kesakrakalan upacara adat. Sebab pada prinsipnya, upacara adat bertujuan membangun keharmonisan bukan kekacauan.

“Sehingga akan lebih baik jika ini sudah mulai ditinggalkan,” pesan dewan pakar Dewan Adat Dayak Kalsel ini.