Tragedi 1998

Amnesty: Jangan Pernah Lupakan Tragedi Mei 1998!

Tragedi Mei 1998 jangan pernah dilupakan begitu saja oleh publik karena belum dituntaskan oleh negara.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid. (Foto: Detik.com)

apahabar.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menegaskan kasus tragedi kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998 jangan pernah dilupakan begitu saja oleh publik. Pasalnya, kasus tersebut belum dituntaskan oleh negara hingga saat ini.

“Kerusuhan, penjarahan, dan kekerasan seksual adalah memori sejarah yang melekat tentang Tragedi Mei 1998. Sayangnya hingga hari ini, belum ada upaya konkret dari negara untuk menuntaskannya," kata Usman lewat keterangan tertulisnya pada Senin (15/5).

Baca Juga: Komnas HAM Patok Kriteria Capres: Hormati HAM!

Hasil temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kala itu menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi secara sistematis dan terencana, dan negara juga sudah mengakuinya sebagai pelanggaran HAM yang berat.

Namun, pengakuan negara sebagai pelanggaran HAM belum cukup. Harus ada upaya nyata untuk mengusut tuntas tragedi ini. Pasalnya, kasus yang terjadi 25 tahun lalu itu menimbulkan dampak serius terhadap korban dan warga masyarakat secara luas dengan memakan korban lebih dari seribu jiwa.

"Ditambah dengan kekerasan seksual yang sebagian besar ditujukan terhadap perempuan Tionghoa selama kerusuhan Mei 1998 tidak hanya melanggar hak-hak mereka untuk kebebasan dan integritas fisik, tetapi juga merusak martabat mereka secara emosional dan psikologis," kata Usman.

“Para pelaku kekerasan, pemerkosaan dan pembakaran selama kerusuhan tersebut harus bertanggung jawab atas tindakan mereka," imbuhnya.

Baca Juga: Jaksa Tolak Eksepsi Haris-Fatia: Pembela HAM Tak Manipulasi Opini!

Gagalnya negara mengusut tuntas kasus ini akan memperkuat ketidakadilan dan memberikan sinyal negatif bahwa pelanggaran hak asasi manusia dapat dilakukan tanpa konsekuensi.

"Ini tidak hanya melanggar hak setiap warga untuk hidup dengan aman, tetapi juga menciptakan iklim ketakutan dan trauma yang berkepanjangan terutama warga Tionghoa," katanya.

Peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998 dipandang sebagai tragedi nasional yang sangat menyedihkan dan tercela bagi martabat serta kehormatan manusia, bangsa dan negara secara keseluruhan.

Baca Juga: 13 November: Mengenang Tragedi Semanggi 1998

Kerusuhan dan kekerasan massal tanggal 13-15 Mei 1998 tidak dapat dilepaskan dari konteks keadaan dan dinamika sosial-politik masyarakat Indonesia pada saat itu, serta dampaknya yang meluas.

Peristiwa-peristiwa sebelumnya seperti Pemilu 1997, penculikan ​sejumlah aktivis, krisis ekonomi, Sidang Umum MPR-RI 1998, aksi protes mahasiswa yang terus-menerus dilakukan, serta meninggalnya mahasiswa Universitas Trisakti dalam tragedi penembakan, semuanya berkaitan dengan peristiwa tanggal 13-15 Mei 1998.