Anwar Ibrahim

Alumnus HMI Dilantik Jadi Perdana Menteri Malaysia

Di Palu, Sulawesi Tengah, ribuan alumni HMI berkumpul untuk memilih presidium pimpinan. Di Kuala Lumpur, Malaysia, seorang alumnus HMI.

Saat Anwar Ibrahim menghadiri pelantikan KAHMI Malaysia. Foto: Antara

apahabar.com, JAKARTA - Di Palu, Sulawesi Tengah, ribuan alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berkumpul untuk memilih presidium pimpinan. Di Kuala Lumpur, Malaysia, seorang alumnus HMI dilantik sebagai Perdana Menteri. Dia, Anwar Ibrahim.

Anwar Ibrahim serupa Nelson Mandela yang bertahun-tahun dipenjara, dan setelah keluar berhasil memegang tampuk pimpinan. Dia keluar dari krisis demi krisis berkat menyerap pengetahuan keislaman dari ulama Buya Hamka, serta Nurcholish Madjid, mantan Ketua Umum PB HMI.

Bahkan di tahun 1967, Anwar ikut pengkaderan HMI di Pekalongan, Jawa Tengah. Dia pun mengakui kalau dirinya belajar banyak materi ideologi politik dan strategi di kancah pengkaderan HMI.

“Saya memperoleh manfaat dari HMI karena mengikuti materi ideologi politik dan strategi di Pekalongan. Generasi saya lebih istimewa. Abang-abang saya adalah Nurcholish Madjid, Fahmi Idris, Maríe Muhammad, dan Ekky Syahrudin. Semua hebat-hebat,” katanya saat pelantikan KAHMI Malaysia di tahun 2020.

Baca Juga: [OPINI] Tak Ada yang Sepantas Basuki

Di masa muda, Anwar adalah seorang pembelajar yang tekun membaca buku dan berbagai khasanah pemikiran. Dia menyerap pengetahuan dari mana saja, termasuk dari pemikir keislaman di Indonesia. Di titik ini, Anwar bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid yang di masa itu menjadi rujukan banyak anak muda.

“Saya masih 18–19 tahun lalu saat mengenal beliau (Cak Nur). Ketika itu beliau menjadi Ketua Umum HMI. Kemudian saya menemui beliau, mengikuti beberapa training. Kemudian saya undang beliau ke Malaysia,” katanya pada satu kesempatan.

Dia kian dekat dengan Cak Nur. Bahkan keduanya membentuk Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara. “Kami bersama membangun Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara. Cak Nur sebagai ketuanya dan saya sebagai sekjennya,” jelasnya.

Anwar melihat pemikiran Islam sebagai sesuatu yang terus bergerak, sehingga proses untuk memperkaya makna harus terus-menerus dilakukan. Dia melihat pemikiran keislaman dari cendekiawan Muslim di Indonesia berperan penting untuk menyatukan generasi muda Islam di Kawasan Asia Tenggara.

“Ide dan pikiran Cak Nur masih sangat relevan hingga hari ini,” jelasnya.

Baca Juga: (OPINI) Dagang Sapi Anies Baswedan dan Gibran Jokowi

Jalan Anwar di dunia politik bukanlah jalan yang mulus. Bukan karpet merah. Jalannya penuh dinamika dan gejolak. Di masa muda, dia seorang demonstran yang sering menyuarakan reformasi.

Dia pertama kali dipenjara tahun 1974 gara-gara aksi demonstrasi. Saat itu, dia menggelar unjuk rasa menentang kemiskinan dan kelaparan di daerah pinggiran. Saat itulah Anwar menarik perhatian Mahathir Mohamad, yang naik takhta menjadi PM Malaysia pada 1981.

Setelah keluar dari penjara, Anwar mengejutkan para rekan perjuangannya ketika memutuskan untuk bergabung dengan partai berkuasa, UMNO, di bawah pimpinan Mahathir. Kariernya pun melejit hingga menjadi menteri.

Baca kiprah Anwar Ibrahim di halaman selanjutnya..

Kiprah Anwar semakin gemilang ketika menjabat sebagai menteri keuangan pada 1991 dan diangkat menjadi wakil perdana menteri pada 1993. Di tangan Anwar, perekonomian Malaysia melejit. Asiamoney bahkan menobatkan Anwar sebagai Menteri Keuangan Tahun Ini pada 1996.

Setahun kemudian, krisis moneter melanda dunia, tapi Anwar berhasil membawa Malaysia melalui semuanya. Ia pun ditunjuk sebagai ketua Komite Pembangunan Bank Dunia pada 1998. Newsweek lantas menobatkan Anwar sebagai "Asian of the Year."

Jalan Anwar ke kursi kekuasaan kian terbuka saat Mahathir menunjuknya sebagai Perdana Menteri Interim. Saat itulah, dia merombak pemerintahan dan membongkar semua kebusukan UMNO yang dianggap mulai rapuh akibat sistem kroni, korupsi, dan nepotisme di tubuh partai.

Dia lalu ditahan arena berbagai tuduhan. Dia sering dipukuli dan disiksa di tahanan. Beberapa kali tampak wajahnya yang lebam-lebam karena disiksa. Namun, dia tak lantas menghilang. Dia tetap memimpin barisan oposisi hingga memenangkan wacana di panggung politik Malaysia.

Peran Indonesia

Dalam situasi ketika semua orang menghindarinya, Anwar sering datang ke Indonesia. Dia menggunakan kedekatannya dengan elite-elite Indonesia untuk meningkatkan bargaining atau daya tawar pada pemerintahan. Dia tahu kalau semua warga Malaysia intens mengikuti apapun perkembangan di Indonesia.

Dia rajin bersilaturahmi dengan tokoh politik Indonesia, mulai dari Habibie hingga Jusuf Kalla. Dia pun selalu hadir saat diundang oleh HMI sebab dia merasakan tumbuh dan besar bersama para tokoh HMI.

Baca Juga: [OPINI] Ketika Anies Terjebak Stigma ‘Pemain’ Politik Identitas

Berkat persentuhan dengan banyak orang, dia rajin menulis buku dan mengembangkan gagasan-gagasan. Terakhir, dia banyak berbicara mengenai ekonomi manusiawi yang disebutnya sebagai sistem ekonomi yang mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat kecil, serta berhasil mengurangi angka kemiskinan dan tingkat kesenjangan di antara golongan kaya-miskin.

“Ekonomi manusiawi maknanya tidak boleh kita membolehkan kerusakan sistem dan perilaku korupsi serta penyalahgunaan kekuasaan. Kita juga tidak membolehkan sistem yang memperkaya segelintir elite penguasa tetapi meminggirkan nasib dan kesejahteraan rakyat banyak,” ucapnya.

Kini, sosok yang melalui jalan terjal di politik, keluar masuk penjara, dan kenyang dengan berbagai fitnahan itu memegang tampuk tertinggi pemerintahan Malaysia. Dia telah dilantik sebagai Perdana Menteri Malaysia pada Kamis (24/11) kemarin.

Begitu dilantik, dia langsung membuat gebrakan. Di antaranya adalah tidak mengambil gaji sebagai Perdana Menteri, serta memperkuat persatuan Malaysia.

Baca Juga: Soal Duet Prabowo-Jokowi di Pilpres 2024, Yusril Beberkan Pendapatnya

Di saat-saat paling sulit dalam hidupnya, dia akan mengenang petuah Buya Hamka, ulama asal Maninjau yang namanya tersohor di Indonesia dan Malaysia.

“Anwar, apapun perkembangan, itu kilauan sementara. Bukan kita memutuskan, mengutamakan. Kita harus lihat kesungguhan tekad mereka, istiqomah mereka dalam memperjuangkan.”

*) Penulis adalah blogger, peneliti, dan sering menulis di www.timur-angin.com