Kalsel

Alot, Massa Aksi: DPRD Kalsel Tak Ubahnya Tukang Pos

apahabar.com, BANJARMASIN – Aspirasi serikat pekerja dan mahasiswa akhirnya sampai di meja wakil rakyat di DPRD…

Perwakilan massa aksi pada demonstrasi di DPRD Kalsel, yang terdiri dari mahasiswa dan buruh, bertemu oleh sejumlah legislator, Kamis sore. Foto-apahabar.com/Riyad

apahabar.com, BANJARMASIN – Aspirasi serikat pekerja dan mahasiswa akhirnya sampai di meja wakil rakyat di DPRD Kalsel.

Memasuki sore hari, dialog berjalan alot dan penuh emosional menyusul tak ada langkah konkret dari DPRD Kalsel terkait penolakan kenaikan iuran BPJS.

Perwakilan massa aksi bersikukuh menolak kenaikan iuran BPJS kesehatan yang dianggap mencekik masyarakat kelas bawah.

Pun begitu, atas desakan untuk pemerintah mencari jalan keluar tunggakan iuran BPJS yang makin menggunung dan berimbas pada pelayanan publik di rumah sakit.

“Menurut kajian kami ada delapan penyebab yang membuat pemerintah menaikkan iuran BPJS ini, di antaranya karena defisit anggaran,” terang seorang mahasiswa berpakaian kuning membuka dialog.

Dirinya menuding defisit anggaran BPJS tak lepas dari adanya oknum petugas kesehatan yang ‘bermain’.

“Ini juga karena lemahnya sistem di BPJS Kesehatan, justru malah menuntut masyarakat menanggung beban,” ujar mahasiswa tadi.

“Kelemahan sistem itu memberikan peluang oknum ‘bermain’ di sana, kenapa justru rakyat yang dibebankan?” sambungnya.

Di ujung dialog, massa aksi meminta perwakilan wakil rakyat menandatangani tujuh sikap dan tuntutan mahasiswa.

Sikap dan tuntutan dimaksud, pertama menolak Kenaikan luran BPJS Kesehatan yang tertuang pada Perpres Nomor 75 tahun 2019.

Kedua, menuntut pemerintah untuk meninjau kembali usulan peningkatan premi peserta BPJS Kesehatan 100 persen sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menjalankan amanat UUD 1945. “Setiap warga negara harus diberikan perlindungan dan pelayanan kesehatan.”

Kemudian, BEM se-Kalsel juga menuntut pemerintah untuk mengelola sistem program jaminan kesehatan nasional secara baik dan berpihak kepada rakyat sesuai dengan Bab II pasal 2 UU Nomor 36/2009 tentang sistem dan fasilitas pelayanan kesehatan.

Keempat, mendesak pemerintah untuk mencari jalan lain dalam menanggulangi defisit dana jaminan sosial (DJS) kesehatan.

Selanjutnya, menuntut pemerintah bersikap tegas dalam menghadirkan sistem dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai sesuai yang tertuang dalam UU Nomor 36/2009.

Yang keenam, menuntut pemerintah serius dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan upaya promotif, dan preventif secara masif dan sistematis.

Ketujuh sekaligus tuntutan terakhir, apabila dalam waktu sepekan terhitung hari ini, maka pihaknya akan meminta hasil atas sikap tersebut.

“Apabila nanti sudah tiba waktunya, maka akan kami followup lagi bagaimana pernyataan sikap dari anggota dewan,” jelas Ghulam Koordinator BEM se-Kalsel.

Ghulam mengibaratkan jika sikap perwakilan rakyat DPRD Kalsel saat ini dalam menyerap aspirasi tidak ubahnya seperti tukang pos.

Meski aspirasi telah diserap, tidak ada perjuangan dalam realiasi aspirasi yang disampaikan oleh massa aksi.

“Makanya itu yang membuat teman-teman pun tadi sempat mengritik. Sikap anggota dewan seperti tukang pos. Padahal harapan kami sederhana dan sangat umum, bisa enggak teman-teman dari dewan memperjuangkan dan merealisasikan harapan masyarakat itu, menolak kenaikan BPJS, dan kalau perlu gratis,” jelasnya.

Mewakili buruh, Ketua DPW FSPMI Yoeyoen Indharto menyebut defisit anggaran BPJS merupakan bukti ketidakmampuan manajemen BPJS Kesehatan dan pemerintah mengelola penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Saat ini, kata dia, masih adanya penyelewengan anggaran tak terlepas dari keberadaan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di rumah sakit.

“Oleh karena itu, tidak seharusnya kegagalan direksi itu dibebankan kepada rakyat dengan menaikkan iuran,” ujarnya.

Rakyat, kata dia, seperti sudah jatuh, tertimpa tangga. Masyarakat justru dibebani dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Padahal secara prinsip, kesehatan adalah hak rakyat yang menjadi tanggung-jawab negara.

Selain itu, massa aksi juga menuntut pencabutan dan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Kemudian, pencabutan Kepmennaker Nomor 228 tahun 2019 tentang Jabatan Tertentu yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing.

Sementara, Sekretaris Komisi IV DPRD Kalsel, Firman Yosi tampak santai atas tudingan ‘tukang pos’ oleh massa aksi.

“Karena kadang memang ada hal-hal yang tidak bisa DPRD Kalsel sikapi sendiri. Misalnya dalam hal ini soal kenaikan BPJS, tentu kami tidak punya kewenangan sama sekali untuk mencampuri. Sehingga tentu kami pun akan bersifat sebagai tukang pos yang menyampaikan aspirasi baik itu Kementerian maupun ke DPR RI, ” jelasnya.

Baca Juga: Terjunkan Ratusan Personel, Kapolres: Unjuk Rasa Depan DPRD Kalsel Aman

Baca Juga: Geruduk DPRD Kalsel, Massa Aksi Sebut Pemerintah Gagal Atasi BPJS

Reporter: Riyad Dafhi R
Editor: Fariz Fadhillah