Kalsel

Alasan Mengapa Banjarbaru Jadi Daerah Paling Berisiko Tinggi Se-Indonesia

apahabar.com, BANJARBARU – Awal pekan tadi, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Pusat (KPC-PEN) menempatkan Banjarbaru…

KPC-PEN menetapkan Banjarbaru sebagai daerah paling berisiko tinggi Covid-19. Foto ilustrasi: Dok.apahabar.com

apahabar.com, BANJARBARU – Awal pekan tadi, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Pusat (KPC-PEN) menempatkan Banjarbaru sebagai daerah paling berisiko tinggi Covid-19.

Lantas apa dasarnya? Pertanyaan itu apahabar.com sodorkan ke Anggota Tim Pakar Covid-19 Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Hidayatullah Muttaqin.

Menurut Taqin, ada sejumlah hal yang memengaruhi. Mulai dari tingkat konfirmasi kasus, insiden kematian, dan jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit (RS).

Saat ini, Banjarbaru menjadi daerah penyumbang kasus terkonfirmasi Covid-19 terbanyak di Kalimantan Selatan dengan 275 kasus per 100 ribu penduduk. Sementara, delapan kabupaten lain rata-rata 'hanya' memiliki lebih 100 insiden kasus.

Dalam hal insiden rawat inap di rumah sakit, Banjarmasin menjadi yang terparah dengan 92 pasien per 100 ribu penduduk. Sementara Banjarbaru, Hulu Sungai Selatan dan Kotabaru di atas 40 pasien per 100 ribu penduduk. Kemudian Tanah Laut dan Balangan di atas 30 pasien per 100 ribu penduduk.

Namun, Banjarbaru menjadi daerah penyumbang insiden kematian paling tinggi di Kalsel dengan 10 kasus per 100 ribu penduduk. Disusul, Tanah Bumbu 9 kasus, Hulu Sungai Tengah 8 kasus, Tanah Laut-Balangan, masing-masing 7 kasus, Hulu Sungai Utara 6 kasus, dan Banjarmasin-Hulu Sungai Selatan, masing-masing 5 kasus per 100 ribu penduduk sepanjang pekan sepekan pertama Agustus ini.

“Sementara, daerah lainnya di bawah lima kasus,” paparnya.

Taqin meminta pemerintah tak terpaku hanya dengan Banjarbaru. Sebab, tren penularan dan insiden kasus telah menyebar ke seluruh Kalsel.

“Banjarbaru memang berat dari sisi indikator insiden kasus per 100 ribu penduduk plus tingkat positivitas. Tapi Banjarmasin tetap menjadi episentrum kasus di Kalsel," ujarnya.

Masih berdasar data Kementerian Kesehatan, tingkat postivitas Banjarbaru, juga Kotabaru dan Tapin per pekan pada 12 Agustus berada di atas 70 persen.

"Banjar, Tanah Laut dan Tapin BOR [tingkat keterisian tempat tidur di RS] 90 persen ke atas. Balangan bahkan 100 persen," ujar dosen ilmu ekonomi dan studi pembangunan ULM ini.

Taqin menggarisbawahi upaya testing Kalsel yang masih belum meningkat meski pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level IV sudah dilakukan berjilid-jilid.

Data Kemenkes, jumlah orang yang dites di seluruh kabupaten dan kota di Kalsel per pekan pada 12 Agustus sebanyak 10.468.

Padahal sepekan sebelumnya, jumlah tes per pekan pada 5 Agustus sebanyak 11.749 orang. Artinya terjadi penurunan sebanyak 1.281 orang atau sebesar 11 persen.

Hanya 3 daerah yang jumlah orang diperiksa tidak turun, yaitu Banjar, HSS dan Balangan. "Lainnya turun," ujarnya.

Sementara, tingkat tracing atau pelacakan per pekan pada tingkat provinsi menurun dari rasio kontak erat 0,61 pada 5 Agustus menjadi 0,13 per 12 Agustus.

Hanya Kotabaru, Balangan, Banjarbaru dan Barito Kuala yang angkanya sedikit di atas 1. "Yang lainnya nol koma," ujarnya.

Dibanding rasio kontak erat per pekan pada 5 Agustus, maka per 12 Agustus ada 3 daerah yang rasionya turun. Yaitu Banjar, Banjarmasin termasuk Banjarbaru.

Kesimpulan Taqin, laju insiden kasus dan penularan Covid-19 sudah sangat menyebar ke luar wilayah Banjarmasin dan Banjarbaru, menyapu seluruh kabupaten dan kota di Kalsel.

Kapasitas respons sistem kesehatan di luar Banjarmasin, dan Banjarbaru juga menurun drastis dan menjadi terbatas akibat tingginya insiden kasus dan tingkat penularan.

Di beberapa daerah terjadi penurunan insiden kasus konfirmasi. Tetapi penurunan tersebut lebih karena turunnya jumlah penduduk yang menjalani testing.

"Di samping testing turun, juga tracing anjlok," ujarnya.

Kondisi turunnya testing dan tracing ini menggambarkan selama PPKM Level 4 justru terjadi penurunan kapasitas respons sistem kesehatan yang seharusnya justru ditingkatkan. Implikasi melemahnya testing dan tracing adalah terjadinya penurunan semu kasus.

"Ini berbahaya karena masyarakat akan menilai telah terjadi penurunan kasus sehingga kewaspadaan mereka khususnya dalam hal penerapan prokes dapat semakin turun," ujarnya.

PPKM Berjilid-jilid, Covid-19 di Kalsel Terus Melonjak, Ketua IDI Ungkap Alasannya

Untuk diketahui, pemerintah telah mengumumkan perpanjangan PPKM level IV sampai 23 Agustus 2021 untuk wilayah luar Jawa-Bali.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan PPKM terbukti efektif dalam menekan kasus Covid-19.

Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua KPC-PEN, Airlangga Hartarto membeberkan 45 kabupaten/kota di luar Jawa-Bali yang akan turut menerapkan PPKM level IV karena dianggap paling berisiko.

"Ini adalah level IV karena masih risiko tinggi. Di luar Jawa level IV ada 132 kabupaten/kota, namun 45 kabupaten/kota kita tingkatkan," kata Airlangga dalam konferensi pers yang disiarkan Sekretariat Presiden, Senin (9/8).

Banjarbaru, sebut Airlangga, menjadi daerah paling berisiko tinggi dari 45 kabupaten/kota di Indonesia.

Data transmisi komunitas Covid-19 per pekan, pada periode 7 Agustus, ditemukan 284 kasus, rawat inap 44, dan meninggal dunia akibat Covid-19 di Banjarbaru.

Adapun tingkat positivitas di Banjarbaru berkisar 70 persen, rasio kontak erat 0,6, dan BOR atau tingkat keterisian tempat tidur di RS mencapai 90 persen. Banjarbaru menjadi daerah penyumbang kasus tertinggi di Kalsel.

PPKM Level IV: 45 Daerah Berisiko Tinggi, Satu Kota di Kalsel Teratas