Alarm Lingkungan Dibunyikan di Rakorwil MUI Kalimantan, Staf Ahli KLH Minta Ulama Jadi Garda Terdepan

Staf Ahli Kementerian Lingkungan Hidup RI, Dr Hanifah Dwi Nirwana, menyampaikan pentingnya peran ulama menyelamatkan lingkungan

Staf Ahli Kementerian Lingkungan Hidup RI, Dr Hanifah Dwi Nirwana, secara tegas menyampaikan pentingnya peran ulama dalam menyelamatkan lingkungan hidup di Indonesia. Foto: Bahaudin Qusairi

bakabar.com, BANJARMASIN - Persoalan lingkungan menjadi sorotan dalam Rapat Koordinasi Wilayah V MUI se-Kalimantan yang digelar di Gedung Mahligai Pancasila, Banjarmasin.

Staf Ahli Kementerian Lingkungan Hidup RI, Dr Hanifah Dwi Nirwana, secara tegas menyampaikan pentingnya peran ulama dalam menyelamatkan lingkungan hidup di Indonesia.

“Kami memiliki harapan yang sangat besar terhadap MUI, ketika Indonesia saat ini menghadapi banyak persoalan terkait lingkungan,” ujar Hanifah dalam Dialog Kebangsaan.

Hanifah mengungkapkan Indonesia kini berhadapan dengan berbagai fenomena kerusakan lingkungan yang kian mengkhawatirkan. “Seperti kebakaran hutan, banjir, kekeringan, serta tinggi muka air laut yang semakin meningkat,” ungkapnya.

Ia bahkan mengingatkan ancaman nyata yang selama ini sering diabaikan. “Ini tanpa kita sadari lama-lama pulau-pulau kita akan tenggelam,” beber Hanifah dengan nada prihatin.

Tak hanya soal bencana besar, Hanifah juga menyoroti ancaman hilangnya keanekaragaman hayati. “Kita berkehidupan sangat tergantung di dalamnya dan terhadap ekosistem yang ada,” jelasnya.

Hanifah juga menyinggung kondisi polusi di Indonesia yang kian parah. “Selanjutnya tidak kalah penting, kita menghadapi polusi. Polusi yang sangat luar biasa, baik itu polusi udara, air bahkan kerusakan lingkungan. Kalau di Kalimantan adem ayem, tapi kalau di Jakarta sekarang yang dipantau itu kualitas udaranya. Kami jarang melihat langit biru. Bersyukur berada di Kalimantan masih (dapat melihat) luasannya langit biru,” tuturnya.

Tak berhenti di situ, ia menyampaikan fakta memprihatinkan tentang darurat sampah di Indonesia. Dari 544 Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sebanyak 343 sudah dalam kondisi over dumping. “Ketika TPA over dumping, berarti akan banyak akibat yang akan menyusul yang harus ditanggung. Di antaranya, gas metan dan pencemaran, yang akan berdampak pada sosial ekonomi suatu kawasan,” paparnya.

Ia menegaskan pemerintah pusat sudah bekerja keras mengatasi masalah ini. “Kami dari Kementerian Lingkungan Hidup sudah maksimal dan kencang membenahi pengelolaan sampah, karena peradaban kita itu paling kelihatan sebenarnya, bagaimana kita menangani sampah,” tegasnya.

Hanifah bahkan membandingkan kondisi pengelolaan lingkungan di luar negeri. “Kita lihat di negara maju, hampir tidak ada sampah. Saya 9 hari keliling Jerman, saya cari-cari sampah tidak ada sampahnya, begitu juga di sungainya. Tapi di tempat kita, sampahnya di sungai luar biasa,” bebernya blak-blakan.

Dalam forum tersebut, Hanifah meminta dukungan penuh dari para ulama. “Bagaimana memberikan kesadaran kepada masyarakat terhadap kepedulian lingkungan, bukan hanya pada sampah,” pungkasnya.

Dialog kebangsaan ini menjadi peringatan keras akan urgensi penguatan kesadaran lingkungan, tidak hanya melalui kebijakan pemerintah, tetapi juga lewat peran strategis ulama sebagai pelayan umat.