Kalsel

Akademisi ULM Banjarmasin Tolak Reduksi Mata Pelajaran Sejarah

apahabar.com, BANJARMASIN – Rencana penghapusan mata pelajaran sejarah dari mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan sekolah…

Ilustrasi. Foto-istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Rencana penghapusan mata pelajaran sejarah dari mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan sekolah menengah atas (SMA) kelas X menuai kritik dari akademisi di Kalimantan Selatan.

“Pada dasarnya kami mendukung penyederhanaan kurikulum sebagai bagian dari respons terhadap dinamika sosial, kebangsaan, maupun perkembangan teknologi dan tantangan global yang dihadapi,” ucap Dosen Pendidikan Sejarah FKIP ULM Banjarmasin, Mansyur, Senin (21/09/2020).

Penyederhanaan kurikulum, kata dia, hendaknya tetap mengacu kepada kepentingan nasional dan ⁣pembentukan karakter bangsa.⁣

Oleh sebab itu, asumsi beban kurikulum nasional terlalu berat yang menjadi dasar penyederhanaan ⁣kurikulum adalah sebuah kekeliruan.

Menurutnya, jumlah mata pelajaran kurikulum nasional Indonesia tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura, Malaysia, Korea Selatan, ⁣Inggris, Jerman, dan Finlandia.
⁣
“Bahkan, jumlah mata pelajaran di Indonesia pada jenjang SD dan SMP tercatat paling sedikit. Sementara untuk jenjang SMA memiliki jumlah yang sama dengan negara lain, hanya lebih sedikit dari Malaysia dan Inggris,” kata Mansyur.
⁣
Mata pelajaran sejarah, sambung dia, sangat penting untuk diajarkan pada seluruh jenjang pendidikan.

Mengingat sejarah Indonesia memiliki fungsi untuk mengembangkan jati diri bangsa, collective memory sebagai bangsa, keteladanan dan karakter dari para tokoh.

Kemudian sumber inspirasi, kreativitas, mengembangkan kepedulian sosial bangsa, serta membangun ⁣rasa nasionalisme yang produktif.⁣
⁣
“Reduksi mata pelajaran sejarah hanya menjadi bagian dari ilmu pengetahuan sosial pada kelas X dan mata pelajaran pilihan kelas XI, XII SMA serta penghapusan mata pelajaran ⁣sejarah pada SMK dalam draft penyederhanaan kurikulum merupakan kekeliruan cara ⁣pandang terhadap tujuan pendidikan,” tegasnya.
⁣
Ia menilai penghilangan mata pelajaran sejarah dengan hanya ⁣menjadikan pilihan berpotensi mengakibatkan hilangnya kesempatan siswa untuk
mempelajari sejarah bangsa sekaligus menghilangkan jati diri sebagai bangsa Indonesia.⁣
⁣
Penyederhanaan ini, tambah dia, seakan bertolak belakang dengan spirit Nawacita sebagaimana tertuang dalam ⁣poin ke delapan.

Dalam Nawacita itu berisikan ajakan untuk melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan.

Di mana ⁣menempatkan secara proporsional aspek pendidikan seperti pengajaran sejarah pembentukan ⁣bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara serta budi pekerti di dalam ⁣kurikulum pendidikan Indonesia.⁣
⁣
“Kami menolak dengan tegas reduksi mata pelajaran sejarah sebagaimana tertuang dalam rancangan penyederhanaan kurikulum. Kemudian mendesak dikembalikannya sejarah sebagai mata pelajaran wajib pada seluruh jenjang pendidikan menengah atas,” bebernya.
⁣
Mansyur berharap Mendikbud RI melakukan evaluasi total terhadap proses penyederhanaan kurikulum yang dilakukan lembaga non-pemerintah.

Selanjutnya mengembalikan proses itu kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud RI sebagai badan resmi.

“Kemendikbud RI hendaknya melibatkan para pakar pendidikan dan pengembang kurikulum dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), praktisi, ⁣asosiasi profesi, serta asosiasi program studi dalam proses penyederhanaan kurikulum,” tandasnya.