Airlangga Ungkap Kebijakan Satu Peta dapat Menjawab Masalah Tumpang Tindih Lahan

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berharap kebijakan satu peta dapat menyelesaikan permasalahan tumpang tindih lahan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. (apahabar.com/Bambang S.)

apahabar.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan kebijakan satu peta dapat menyelesaikan tumpang tindih lahan. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 23 tahun 2021 saat ini peta tematik dalam aturan satu peta sudah ditingkatkan dari 85 tematik menjadi 158 tematik.

Beberapa tema yang ditambahkan dalam peta tematik di antaranya di bidang perekonomian, keuangan, kebencanaan, dan kemaritiman. Selain itu, saat ini sudah ada 24 Kementerian dan Lembaga (KL) yang sudah bergabung dalam peta tematik.

“Peta tematik ini diharapkan bisa menyelesaikan berbagai isu terkait tumpang tindih lahan atau PITTI,” ujarnya dalam Rapat Kerja Nasional Kebijakan Satu Peta di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (4/10).

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga sudah menetapkan Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI) yaitu PITTI terkait dengan batas daerah, tata ruang, dan kawasan hutan di 34 provinsi.

Dilanjutkan dengan PITTI ketidaksesuaian tentang perizinan pertambangan di kawasan hutan, kemudian PITTI hak guna usaha dan tutupan kelapa sawit dalam kawasan hutan. Yang terakhir adalah PITTI ketidaksesuaian perizinan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan di provinsi Kalimantan Tengah.

Untuk menyelesaikan PITTI akan ada rencana aksi oleh kementerian, lembaga dan pemerintah daerah, contohnya untuk penyelesaian dan penegasan batas daerah oleh Kementerian Dalam Negeri.

Airlangga menambahkan penyelesaian wilayah tata ruang dan provinsi kawasan hutan yang akan dilakukan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri, serta melibatkan pemerintah provinsi kabupaten kota.

Sedangkan untuk ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan RTRW Kabupaten Kota akan melibatkan Kementerian ATR/BPN, Kemendagri, dan Pemerintah Provinsi Kabupaten/Kota.

Rencana aksi ini, kata Airlangga, diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan percepatan batas daerah, percepatan tata batas pengukuhan kawasan hutan serta revisi RTRW provinsi maupun kabupaten/kota.

“Tentu kita berharap ini jadi komitmen untuk kita bersama kementerian lembaga agar pemuktahiran data geo spasial ini menjadi bagian penyelesaian ketidaksesuaian dan pemanfaatan ruang dalam kebijakan satu peta,” tutupnya.