Kekerasan Aparat Kepolisian

5 Tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil tentang Aksi Brutal Polisi di Manado

Koalisi Masyarakat Sipil menyebut aksi penangkapan disertai penggunaan kekerasan berlebihan yang dilakukan polisi bertentangan dengan prinsip internasional.

Ilustrasi brutalitas aparat polisi (Foto: phbi.or.id)

apahabar.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengungkapkan aksi penangkapan disertai penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan polisi di Desa Kalasey Dua, Kabupaten Minahasia, Sulawesi Utara, bertentangan dengan prinsip umum yang diakui secara internasional.

“Mengenai penggunaan senjata api. Dalam ketentuan tersebut, tindakan-tindakan tanpa kekerasan harus didahulukan dan diutamakan, sedangkan penggunaan kekuatan diletakkan sebagai alternatif terakhir,” kata Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Husein Ahmad melalui keterangan tertulis, Selasa (8/11).

Husein menyebut penggunaan kekerasan oleh aparat kepolisian merupakan masalah serius yang harus diselesaikan secara internal kepolisian. Sebab, kasus serupa sering kerap terjadi seperti di Wadas dan Kanjuruhan.

Baca Juga: Brutalitas Aparat Kembali Terjadi, Koalisi Masyarakat Sipil Desak Reformasi Kepolisian

Selain itu, imbuh Husein, keterlibatan aparat kepolisian dalam upaya penggusuran paksa telah mencoreng wibawa negara hukum, demokrasi dan HAM. Sebab, peristiwa di Manado telah melukai rasa keadilan warga, khususnya korban penggusuran paksa.

Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyampaikan lima tuntutan terkait kasus penangkapan disertai pengunaan kekuatan berlebihan aparat kepolisian.

Pertama, Kapolri memerintahkan jajarannya untuk melakukan penegakan hukum dengan mengusut dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota kepolisian.

“Kedua, Kapolri segera menindaklanjuti komitmennya untuk memperbaiki kinerja Polri dengan mengevaluasi total penggunaan kekuatan dalam tugas-tugas pemolisian,” ujarnya.

Baca Juga: Polisi Diserang OTK, Pengamat: Ngapain Polisi Nongkrong di Warung Kopi?

Adapun yang ketiga, Komnas HAM, Ombudsman, dan lembaga terkait untuk aktif mencegah terjadinya pelanggaran HAM yang terjadi dalam kasus ini. Serta perlu mengusut tuntas pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi.

“Mulai dari peristiwa upaya penggusuran paksa hingga berbagai tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap warga,” ujarnya.

Sedangkan yang keempat, presiden perlu membentuk tim independen dengan keterwakilan masyarakat sipil yang memadai untuk melakukan kajian evaluatif tentang penggunaan kekuatan kepolisian.

Terakhir, kelima, presiden dan DPR perlu segera menindaklanjuti persoalan-persoalan yang menyangkut Polri belakangan ini dengan agenda konkret yakni reformasi kepolisian berkelanjutan secara struktural, instrumental dan kultural.

“Demi memastikan kerja-kerja profesional, transparan, dan akuntabel,” pungkasnya.