Info Parenting

5 Tips Bijaksana Membesakan Anak yang Sensitif

Pernahkah Anda melihat anak yang mudah marah atau menangis hanya karena omongan temannya? Respons itu boleh jadi pertanda si kecil merupakan anak yang sensitif

Ilustrasi membesarkan anak yang sensitif. Foto: Parenting.

apahabar.com, JAKARTA – Pernahkah Anda melihat anak yang mudah marah atau menangis hanya karena omongan temannya? Respons yang demikian boleh jadi pertanda bahwa si kecil merupakan sosok yang sensitif.

Anak sensitif punya sistem saraf lebih waspada dan cepat bereaksi terhadap hal di sekitarnya. Umumnya, anak yang mengalami kondisi ini tidak hanya sensitif pada tindakan atau kata-kata orang lain, tapi juga pada bau, suara, cahaya, bahkan mood orang lain.

Karena lebih cepat menanggapi berbagai tekanan emosional, anak sensitif cenderung mengekspresikan emosi dengan cara yang berlebihan. Seperti mudah marah, frustasi, mengamuk, dan menangis.

Menjadi orang tua dari anak yang terlalu sensitif memang dapat menjadi tantangan tersendiri. Pola pengasuhan orang tua, terutama di usia dini, menentukan apakah sifat sensitif itu bakal menjadi sesuatu yang meresahkan atau justru sebuah kelebihan bagi anak.

Kalau buah hati Anda termasuk anak yang sensitif, ada beberapa panduan yang diharapkan dapat membuatnya mengelola emosi dengan baik dan positif. Merangkum berbagai sumber, berikut ulasannya:

1. Jangan anggap menyusahkan 

Membesarkan anak yang sensitif, barangkali, terasa sulit bagi segelintir orang tua. Biar pun begitu, jangan menganggap sikap demikian sebagai sebuah kelemahan yang menyusahkan.

Usahakan jangan sampai mengomeli atau membentak anak dengan kata-kata yang bisa menciutkan mentalnya, seperti “Ah kamu ini, nyusahin Ibu saja!”

Alih-alih begitu, orang tua sebaiknya menerima rasa sensitif ini sebagai suatu keberkahan. Jika orang tua sudah bisa menerima sifat tersebut, maka akan mudah untuk mengubahnya menjadi hal yang positif.

2. Ajarkan mengelola emosi

Mengingat emosi anak yang sensitif cenderung meluap-luap, orang tua sepatutnya membantu mereka untuk mengelola itu. Salah satu caranya, dengan memperkenalkan berbagai perasaan atau emosi lewat emotikon wajah melalui gambar, buku, atau video.

Kalau anak sudah mulai mengenali emosi, arahkan cara baik untuk mengekspresikannya. Jelaskan padanya, dia boleh menangis ketika sedih atau marah. Saat si kecil menangis, misalnya, jangan suruh untuk berhenti. 

Sebab, itu justru akan membuat tangisnya makin kencang. Lebih baik, ajarkan dia untuk menenangkan diri dengan cara lain. Misalnya, dengan melakukan latihan bernapas atau mengalihkan perhatian dengan berhitung angka 1–10.

3. Disiplinkan dengan lembut

Mendisiplinkan anak sensitif dengan keras justru akan membuatnya semakin tertekan. Bahkan, ini berisiko menimbulkan ledakan energi di satu waktu, termasuk tantrum. Dalam hal ini, bukan berarti anak sensitif tidak boleh didisiplinkan. 

Orang tua harus tahu cara mengajarkan disiplin dengan tepat pada anak sensitif. Salah satu caranya, yakni dengan menggunakan kalimat-kalimat yang diplomatis saat menasihatinya. 

Misalnya, “Nontonnya 5 menit lagi ya. Sesuai janji, kita tidur jam 9 malam.” Perkataan ini punya konotasi baik, sehingga mudah diterima si kecil. Ini lebih baik ketimbang tiba-tiba mematikan TV dan menyuruhnya tidur saat itu juga.

4. Ubah momen buruk jadi positif

Kalau si kecil menangis karena diejek, orang tua dapat mengubah momen ini menjadi waktu untuk berdialog. Ajak dia untuk memahami bahwa tidak apa-apa jika berbeda dengan orang lain, dan tidak perlu terlalu mendengarkan perkataan buruk.

Untuk memperbaiki suasana hatinya, tanyakan apa yang dapat dilakukan bersama untuk membuatnya merasa senang. Orang tua juga dapat mengusulkan ide, seperti mengajak temannya untuk bermain di rumah, menggambar, atau bermain di taman.

Itulah beberapa hal yang bisa dilakukan selama membesarkan anak yang sensitif. Semoga bermanfaat!