Tak Berkategori

40 Tahun “Cermin”, Album Rock Dahsyat yang Tak Laku

apahabar.com, BANJARMASIN – Tak semua karya musik yang bagus memiliki nasib serupa dengan kualitasnya. Di dunia…

Sampul album Cermin. Foto- Prognotfrog.blogspot.com

apahabar.com, BANJARMASIN – Tak semua karya musik yang bagus memiliki nasib serupa dengan kualitasnya. Di dunia musik populer, ada banyak karya yang secara musikalitas sangat dahsyat, tapi justru melempem saat dilempar ke pasaran.

Album “Cermin” yang dirilis God Bless 40 tahun lalu adalah contoh yang paling nempel di benak pecinta musik Indonesia. Saat itu nama God Bless sedang besar di panggung rock Tanah Air. Apalagi setelah mereka dipilih menjadi band pembuka konser Deep Purple di Jakarta pada 1975.

Baca Juga: Menyimak "Batas", Soundtrack Film KKN di Desa Penari

Tapi saat merilis Cermin pada Maret 1980, publik tidak terlalu antusias. Apresiasi yang diterima God Bless saat merilis album itu tidak sama seperti saat mereka menyanyikan “Huma di Atas Bukit” atau “Eleanor Rigby” dari atas panggung.

Dalam sejarahnya, memang tak banyak album musik eksperimental di Indonesia yang mengalami kesuksesan komersil. Telinga orang Indonesia, umumnya, sudah terbiasa dengan nada-nada easy listening seperti lagu-lagu pop dengan lirik bertemakan cinta dan patah hati.

Di Inggris, situasinya sedikit berbeda. Di sana, ada banyak band yang melakukan eksperimen dalam bermusik, lalu mendapat sambutan hangat dari publik. Meskipun tentu saja tak semua album musik memiliki keberuntungan semacam itu.

“The Dark Side of Moon” mungkin bisa menjadi contoh bagaimana album yang melawan arus populer bisa meledak dan laku sampai 50 juta copy. Maha karya Pink Floyd yang dirilis pada 1973 itu tercatat sebagai salah satu album rock terlaris dalam sejarah. The Dark Side of Moon juga disambut hangat oleh para kritikus.

Saat menggarap Cermin, isi kepala Achmad Albar, Ian Antono, Donny Fatah, Teddy Sujaya, dan Abadi Soesman barangkali tak jauh-jauh dari band-band progressive rock yang menjadi raja pada era 1970-an; Deep Purple, ELP, Yes, Queen, dan tentu saja Pink Floyd.

Gambaran paling sederhana dari prog-rock adalah: durasi lagu panjang, ketukan drum yang berubah-ubah, skill bermusik menonjol serta banyak memasukkan elemen-elemen genre musik lain seperti jazz, klasik dan musik tradisional ke dalam lagu tersebut.

Upaya itu juga terlihat pada album Cermin. Pada lagu pembuka yang berjudul sama dengan nama albumnya, suasana rock opera ala Queen langsung terasa.

Di lagu “Musisi”, para personel God Bless menunjukkan skill bermusiknya yang dahsyat. Mereka seperti meniru band rock Inggris, Yes dan Deep Purple, yang biasa memasukkan “jamming” di tengah lagu.

Bunyi-bunyian yang keluar dari keyboard Abadi Soesman, gebukan drum Teddy Sujaya dan lead gitar Ian Antono begitu menonjol. Pun begitu dengan cara Donny Fatah membetot bass.

Jika lagu pop pada umumnya berdurasi rata-rata 3 atau 4 menit, durasi setiap lagu di album ini jauh lebih panjang. “Anak Adam” misalnya. Durasinya mencapai 11 menit 59 detik dan menjadi komposisi terpanjang di album Cermin.

Sayangnya, Cermin gagal total. Usaha mempromosikan album dengan cara membagikan piringan hitam ke radio-radio secara gratis tetap tidak mendongkrak penjualan.

Entah karena kondisi pasar yang belum siap menerima lagu-lagu dengan kompleksitas tinggi atau ada faktor lain?

Menurut Dosen Musik di Pendidikan Seni Pertunjukan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Sumasno Hadi, tidak lakunya album-album rock saat itu merupakan fenomena biasa.

Hanya saja saat itu publik memiliki ekspektasi yang tinggi kepada God Bless, karena namanya yang sangat besar dan begitu disegani di panggung rock Indonesia.

“Sebenarnya nggak cuma ‘Cermin’. Album rock lainnya, ya, sama saja. Tapi, God Bless itu sangat besar di panggung pertunjukan. Itu membuat publik memiliki ekspektasi besar. Kondisi industri waktu itu juga belum didukung infrastruktur teknologi yang memadai. Hasilnya memang nggak laku,” jelas Sumasno Hadi kepada apahabar.com, Minggu (8/3).

Sumasno menilai saat merilis Cermin, God Bless masih dalam pencarian jati diri. Namun, dia memandang album tersebut sebagai puncak idealisme God Bless dalam bermusik dengan karakter lagu yang rumit dan berat.

“Waktu itu mereka sedang dalam pencarian jati diri. Itu adalah puncak idealisme God Bless dalam bermusik,” katanya.

Kondisi berbeda dialami God Bless ketika merilis album “Semut Hitam” pada 1989. Mengandalkan lagu-lagu hard rock dengan riff-riff yang mudah diingat, Semut Hitam mendapatkan apresiasi yang positif dari masyarakat luas.

“Saat ‘Semut Hitam’ kondisinya sudah berbeda. Dari segi komposisi juga tak seberat ‘Cermin’,” jelas kolektor vinyl dan kaset pita yang tinggal di Banjarmasin itu.

Album Cermin direkam God Bless di Studio Gelora Seni Hayam Wuruk Jakarta dan diproduseri oleh Billboard Indonesia.

Pada 2016, God Bless merilis ulang album ini dengan nama “Cermin 7” sekaligus menandai rilisnya album ketujuh band rock legendaris yang pernah membuka konser Deep Purple di Jakarta pada 1975. Alasan perilisan itu karena sampai hari ini masih banyak orang yang mencari album tersebut.

Baca Juga: "31F" Jadi Pintu Gerbang Reuni Slank Formasi 13

Editor: Puja Mandela