Penyebab Kerusakan Hutan

4 Bank Terbesar di Indonesia Berkontribusi Merusak Hutan

Hasil riset TuK Indonesia menemukan aliran dana dari empat bank teratas di Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 4 yang masuk ke sektor yang merisikokan h

Gedung PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk di Jakarta. Foto: ANTARA/HO-BNI

apahabar.com, JAKARTA - Hasil riset TuK Indonesia menemukan aliran dana dari empat bank teratas di kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 4 yang masuk ke sektor yang merisikokan hutan. Keempatnya di antaranya Mandiri, BCA, BNI, dan BRI.

Direktur Eksekutif TuK Indonesia, Linda Rosalina mengatakan sebanyak Rp177 triliun atau USD12,5 miliar total utang dan penjaminan empat bank itu tersalurkan para dua sektor yang merisikokan hutan sepanjang 2019-2022.

"Tentu nilai itu bisa jauh lebih besar lagi karena ini baru dua sektor (palm oil dan pulp paper) kita belum tahu ini yang di sektor batu bara, minyak, gas dan lain sebagainya," kata dia dalam Seminar Kritik Masyarakat Sipil untuk Pembiayaan Hijau yang Kredibel dan Transpran, Kamis (7/12).

Baca Juga: LIPSUS: Bank BUMN Serampangan Modali Sawit

Dia mengingatkan ketika taksonomi edisi satu digaungkan, pemerintah mencabut izin konsesi pada awal tahun 2022. Di antaranya 2.078 izin perusahaan minerba, 192 izin sektor kehutanan, dan 34 ribu hektare izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan.

Lanjut dia, dari 192 izin di sektor kehutanan dengan luas 3,1 juta hektare yang dicabut ternyata terafiliasi dengan 40 grup perusahaan. Dari total perusahaan tersebut, empat di antaranya merupakan bank terbesar di Indonesia.

Sedangkan dalam pemuktahiran taksonomi, konsesi tersebut masuk dalam klasifikasi merah dan harus dihilangkan. Namun, selama ini pencabutan perizinan terkendala karena masih difasilitasi oleh bank.

"Artinya ini ilegal bagaimana mungkin debitur yang ilegal ini masih difaisiltasi oleh bank dan itu tidak diklasifikasikan merah. Ini sama saja pengaburan tanggung jawab," jelas dia.

Baca Juga: Deforestasi Bayangi Lesunya Investasi di IKN

Lebih lanjut, dia meminta agar evaluasi taksonomi hijau indonesia (THI) edisi 1.0 yang kini draftnya tengah kembali digodok oleh OJK bisa lebih memperhatikan komitmen iklim.

"Ada dua aktor yang penting untuk dilihat sebagai pelaksana dari penerapan aturan  taksonomi hijau tersebut yakni kreditur dan debitur," katanya.

Penting untuk tahu. Implementasi dari Taksonomi hijau yang sudah ada telah diluncurkan pada 2022 berdasarkan uji coba Taksonomi yang dilakukan OJK per Juni 2022.

"OJK ini melakukan di seluruh bank KBMI 3 dan 4, ada 17 bank, dilakukan untuk 100 top debitur atau debitur teratas," ungkap dia.

Baca Juga: Greenpeace: Deforestasi Kikis Lokalitas dan Budaya Papua

Dengan total debet hingga mencapai 1.521 triliun, hanya 70 persen atau Rp1.065 triliun yang teridentifikasi sesuai dengan klasifikasi usaha atau aktivitas ekonomi yang ada dalam peraturan tersebut. 

Dalam pengklasifikasian usaha di peraturan THI edisi satu terdapat tiga kategori, yakni merah, kuning, dan hijau.

Dari pencapaian Rp1.065 triliun itu, ternyata 72 persen atau Rp771,3 triliun penyaluran pembiayaan didominasi oleh sektor ekonomi atau investasi merah dan kuning.

Adapun persentasenya investasi merah sebesar 35 persen atau Rp378.16 triliun. Lalu investasi kuning sebesar 37 persen atau Rp392.87 triliun. Sedangkan investasi hijau hanya sebesar 28 persen atau Rp294.20 triliun.

"Pembiayaan yang disalurkan kepada investasi di merah dan kuning ini sangat besar ya bila kita bandingkan dengan investasi yang ada diklasifikasi hijau," terang dia.

Baca Juga: EKBIS SEPEKAN: Pakuwon Tak Kunjung Membangun di IKN hingga Penanganan Perubahan Iklim

Jika diasumsikan 72 persen dengan jumlah yang belum teridentifikasi, sekitar Rp456 triliun. Totalnya bisa mencapai Rp1.227,3 triliun.

Menariknya, kata Linda, jika mengacu pada Non Performing Loan (NPL), kredit-kredit yang paling bermasalah terdapat diklasifikasi kuning dan merah. Rinciannya, NPL kuning mencapai 4,37 persen, merah 2,56 persen. Sedangkan hijau tidak sampai 1 persen, tepatnya 0,81 persen.

Sekadar informasi NPL merupakan kredit dengan kategori kurang lancar, diragukan atau macet. NPL menggambarkan kondisi debitur tidak dapat membayar angsuran yang sedang berlangsung secara tepat waktu.

"Artinya apa? resiko keuangan di sektor ekonomi hijau itu lebih rendah ketimbang di kuning dan merah," tandas dia.