News

3 Buruh Migran Terancam Hukuman Mati, JATI Desak Jokowi Lakukan Diplomasi Luar Negeri

apahabar.com, JAKARTA – Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI) menggelar aksi solidaritas…

Terpidana mati asal Filipina Mary Jane Veloso, menggunakan kebaya saat mengikuti fashion show dalam acara perayaan Hari Kartini di Penjara Wirogunan, Yogyakarta, 21 April 2015. Mary Jane dihukum mati oleh pengadilan Indonesia karena berusaha menyelundupkan heroin. Foto: Jefri Tarigan/Anadolu Agency/Getty Images

apahabar.com, JAKARTA – Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI) menggelar aksi solidaritas di Monas, Jakarta, pada Selasa, 6 September, untuk terpidana mati warga negara asal Filipina Mary Jane Veloso. Unjuk rasa ini menyusul rencana kunjungan kenegaraan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. ke Indonesia pada 4-6 September 2022.

Mary Jane asal Bulacan, Filipina, ditangkap kepolisian di Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta pada 25 April 2010 lantaran kedapatan menyelundupkan 2,6 kilogram heroin. Pengadilan Negeri Sleman lantas memvonisnya dengan hukuman mati karena dinilai melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Mary Jane mengaku hanya diperalat untuk membawa barang haram tersebut. Ia pun masuk dalam daftar terpidana mati yang dieksekusi pada April 2015 di Nusakambangan.

MJV diberikan penangguhan eksekusi mati. Penangguhan ini meskipun tidak jelas sampai kapan, desakan dan aksi di berbagai negara dan di Indonesia bahwa MJV adalah korban dan dibuktikan dengan Cristina Serio sekarang diputus seumur hidup atas kasus perekrutan ilegal.

Kasus yang serupa juga dialami oleh pekerja migran Indonesia yang bernama Merri Utami Tutik. Kedunya juga turut menjadi korban sindikat peredaran gelap narkotika dengan memanfaatkan pekerja migran menawarkan lowongan pekerjaan.

Koordinator Departemen Advokasi dan Pelayanan di Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI) Wiwin menerangkan pertemuan Presiden Ferdinand Macos Jr dengan Presiden Jokowi dengan pembahasan kerja sama ekonomi, militer dan politik, perlu disertakan pembahasan terkait perlindungan hukum kepada pekerja migran yang bekerja di luar negeri.

Dia berharap pertemuan tersejut juga membahas mekanisme kesaksian serta waktu pemberian kesaksian MJV dalam memberikan kesaksian atas sidang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang sedang berlangsung di Filipina.

Wiwin yang juga menerangkan Indonesia dan Filipina merupakan negara negara pengirim tenaga kerja ke luar negeri. Karena itu, Jaringan Tolak Hukum Mati (JATI) meminta kepada presiden Joko Widodo untuk memberikan perlindungan sejati kepada warga negaranya yang menjadi migran di luar negeri

"Kami juga meminta kepada Presiden Joko Widodo memberikan ampunan kepada Marry Jane, Meri Utami dan membebaskan Buruh Migran Indonesia yang sedang menghadapi hukuman mati di berbagai negara tujuan penempatan, termasuk juga Tutik seorang buruh migran asal Indonesia. Terlebih Mary Jane merupakan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang yang seharusnya korban tidak bisa dipidana," terangnya.

Wiwin mengatakan pembebasan Marry Janne akan menjadi nilai diplomatik serta kekuatan politik Indonesia dalam meningkatkan kerja sama khususnya dengan Filipina dalam perlindungan dan dukungan pembebasan ratusan WNI yang mayoritas pekerja migran yang sedang menghadapi hukuman mati di berbagai negara.

"Namun upaya ini perlu dibarengi juga dengan penghapusan hukuman mati dalam sistem hukum pidana nasional sebagai legitimasi dalam mengupayakan politik diplomasi dalam membebaskan buruh migran yang menghadapi hukuman mati atau menunggu eksekusi mati," pungkasnya.

Reporter: Dian Finka