21 Januari: Melawan 'Tabu' Kehangatan dengan Hari Berpelukan

Hari Berpelukan diperingati setiap 21 Januari. Ini merupakan upaya melawan tabunya menunjukkan kasih sayang di muka umum

Ilustrasi berpelukan (Foto: dok. asianage.com)

apahabar.com, JAKARTA - “Masyarakat Amerika terlalu malu untuk menunjukkan perasaan di depan umum.” Begitulah Kevin Zaborney memandang kebiasaan orang di Negeri Paman Sam, yang lantas membuatnya melahirkan Hari Berpelukan Nasional.

National Hugging Day, begitu nama lainnya, diperingati setiap 21 Januari. Momentum tersebut tak serta merta diciptakan begitu saja, melainkan berangkat dari ‘keprihatinan’ Zaborney akan minimnya ungkapan cinta kepada sesama.

Sebagai orang yang berkecimpung di dunia psikologis, Zaborney mengaku hendak membantu menghadirkan sesuatu’ guna mengatasi fakta sosiologis yang demikian. Untuk diketahui, lelaki itu meraih gelar Bachelor of Arts di bidang Psikologi dan gelar Master of Divinity.

Alumnus University of Michigan itu pun menemukan hari yang dikhususkan untuk menunjukkan kasih sayang di depan umum. Tepat pada 21 Januari 1986, dia pertama kali memperkenalkan Hari Berpelukan Nasional di Cilo, Michigan, Amerika Serikat.

Tak Melulu Berkonotasi Seksual

Lewat peringatan tersebut, Zaborney ingin mengingatkan publik bahwa berpelukan tak melulu soal hubungan seksual. Ini merupakan salah satu cara untuk menunjukkan keluarga, teman, dan orang terdekat merasa dicintai lagi diterima.

Klaim yang demikian bukanlah isapan jempol belaka. Sudah banyak penelitian menemukan bahwa sentuhan positif, seperti pelukan, bisa meningkatkan kesehatan fisik, emosional, dan spiritual seseorang.

Sederet ahli pun sepakat dengan manfaat berpelukan yang demikian, salah satunya Spesialis Pengobatan Holistik, Eudene Harry. Dia mengatakan kepada Well And Good, berpelukan tidak hanya enak karena bisa menghangatkan, tapi juga bisa menyehatkan tubuh.

Dia mengatakan berpelukan bisa mengurangi stres. Sebab, saat berpelukan, hormon serotonin atau dikenal juga dengan istilah hormon bahagia akan meningkat. 

“Oksitosin bukan satu-satunya hormon yang bertanggung jawab untuk mengurangi stres saat berpelukan,” ujarnya, dikutip Minggu (21/1).

Berpelukan setidaknya 20 detik sehari diketahui mampu mengurangi efek berbahaya dari stres. Sekaligus, menurunkan kadar hormon kortisol atau dikenal juga dengan hormon stres.

Terus Diperingati hingga Kini

Mengingat berpelukan memiliki segudang kebaikan bagi kesehatan, Hari Berpelukan Nasional pun terus digaungkan. Semenjak pertama kali diperkenalkan, momen ini berkembang secara internasional.

Tak cuma populer di Amerika Serikat, Hari Berpelukan Nasional juga dirayakan di Kanada, Jerman, Swedia, Belanda, Bulgaria, Kolumbia, Guam, Australia, Georgia, Inggris, Afrika Selatan, Argentina, dan Rusia.

Sayangnya, peringatan tersebut masih dianggap tabu di Indonesia. Tak sedikit masyarakat di negeri ini menilai berpelukan adalah bagian dari ‘keintiman’ yang sepatutnya hanya dilakukan pasangan sah.

Lantas, bagaimana menurut Anda? Haruskah Hari Berpelukan Nasional juga disemarakkan di Indonesia?